ESDM Ungkap Tanjakan Trangkil Unnes di Jalur Patahan Aktif

SEMARANG, iNEWSJOGLOSEMAR.ID — Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah mengonfirmasi bahwa tanjakan Trangkil di kawasan Sukorejo arah Universitas Negeri Semarang (Unnes), yang viral karena jalan retak dan mengangkat, berada di atas jalur patahan aktif. Temuan ini menjadi penjelasan ilmiah atas kerusakan infrastruktur yang terjadi secara tiba-tiba di lokasi tersebut.
Heru Sugiharto, Kepala Bidang Geologi dan Air Tanah Dinas ESDM Jateng, menyebutkan bahwa setidaknya terdapat dua jalur patahan aktif yang melintasi wilayah tanjakan Trangkil. Kawasan tersebut sebelumnya juga telah dikaji oleh tim geologi, terutama karena keberadaan Perumahan Trangkil Sejahtera di dekat lokasi.
“Di lokasi tanjakan Trangkil terdapat dua jalur patahan aktif. Di sana juga ada Perumahan Trangkil Sejahtera yang sudah kami kaji sebelumnya,” ujar Heru.
Retakan Jalan dan Beton Menyembul, Indikasi Aktivitas Geologi
Fenomena patahnya badan jalan yang menyebabkan pengendara kaget seolah “melayang” bukan disebabkan oleh kerusakan biasa. Heru menjelaskan, tonjolan beton yang menyembul dari jalan menunjukkan adanya pergerakan tanah yang kuat—indikasi adanya aktivitas geologi di bawah permukaan.
“Retakan menimbulkan munculnya material beton yang menyembul merupakan indikasi kuat adanya aktivitas geologi serius,” jelasnya.
Pembangunan Tanpa Kajian Geologi
Menurut Heru, permasalahan di kawasan itu diperparah oleh pembangunan yang dilakukan tanpa berkonsultasi dengan Dinas ESDM. Padahal, berdasarkan peta geologi, kawasan tersebut diketahui berada di jalur sesar aktif yang rentan terhadap pergerakan tanah.
“Ini sudah parah karena saat pengembang membangun, tidak konsultasi ke kami. Padahal wilayah tersebut berada di jalur patahan aktif,” tegas Heru.
Patahan Trangkil, Bagian dari Jaringan Sesar Semarang Selatan
Patahan aktif yang melintasi tanjakan Trangkil merupakan bagian dari tiga sesar mayor yang membentang di wilayah selatan Kota Semarang. Sesar pertama membentang dari Kalialang hingga Sadeng melalui kawasan Green Wood, Bukit Manyaran Permai, dan Goa Kreo. Sesar kedua berada di tanjakan Trangkil. Sementara itu, sesar ketiga berada di timur laut, dari Bendan Duwur hingga Hutan Tinjomoyo.
“Di lokasi ini sudah menunjukkan dampak signifikan. Sejumlah rumah sudah rusak berat dan tidak bisa ditempati lagi,” ungkapnya.
Kota Semarang Dilewati Mega Sesar Kaligarang dan Baribis
Secara umum, struktur geologi Kota Semarang dipengaruhi oleh dua mega sesar besar: Kaligarang dan Baribis. Kedua sesar ini menciptakan patahan-patahan baru baik mayor maupun minor. Aktivitasnya didorong oleh pergeseran lempeng tektonik Asia dan Indo-Australia.
“Wilayah rawan ada di selatan, seperti Mijen, Gunungpati, Banyumanik, hingga Tembalang. Sedangkan wilayah utara relatif lebih aman karena struktur tanahnya masih muda dan lunak,” lanjut Heru.
Tanah Berlempung Ekspansif, Ancaman Bangunan Permanen
Tanah di jalur patahan aktif, terutama di Semarang bagian selatan, didominasi oleh batuan tua Formasi Kerek dan Kalibeng. Material ini memiliki kandungan lempung tinggi yang bersifat ekspansif: mudah mengembang saat basah dan menyusut ketika kering. Perubahan volume tanah ini menyebabkan kerusakan serius pada struktur bangunan dan jalan.
“Swelling atau pengembangannya tinggi. Jika dibiarkan, bangunan akan mudah rusak,” kata Heru.
Mitigasi Risiko dengan Sistem Peringatan Dini
Sebagai langkah mitigasi, ESDM Jateng telah memasang sistem peringatan dini (early warning system/EWS) yang digunakan oleh BPBD di titik-titik rawan. Meski demikian, pengetahuan masyarakat dan pengembang masih perlu ditingkatkan.
Heru menyebut sejak 2019, kesadaran terhadap pentingnya kajian geologi dalam pembangunan mulai tumbuh. Banyak bank juga menolak memberikan pembiayaan jika lokasi perumahan berada di jalur sesar.
“Kalau ada pengembang mau bangun rumah KPR pasti izin ke kami. Jika daerah berada di jalur patahan, bank umumnya menolak memberikan kredit pembiayaan,” jelasnya.
Saran Penggunaan Lahan: Jangan untuk Bangunan Permanen
Dinas ESDM hanya memberikan rekomendasi, bukan keputusan akhir dalam proses pembangunan. Saran dari mereka biasanya berupa larangan membangun permanen di zona sesar aktif. Sebagai gantinya, lahan tersebut bisa digunakan untuk pertanian semusim atau taman terbuka.
Jika tetap harus dibangun infrastruktur sipil, maka perlu desain rekayasa teknis khusus agar struktur tahan terhadap pergerakan tanah.
“Kalau untuk bangunan sipil seperti jembatan, jalan, atau gedung, harus ada rekayasa teknis yang sesuai. Seperti di Jepang, bangunan dirancang tahan terhadap gempa,” pungkas Heru.
Editor : Enih Nurhaeni