SEMARANG, iNewsJoglosemar.id – Universitas Diponegoro (UNDIP) melalui Center for Plasma Research Team (CPR-TEAM) mengadakan pertemuan dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk membahas kerja sama dalam pemanfaatan tenaga nuklir sebagai sumber energi.
Pertemuan ini merupakan langkah awal untuk mendukung pencanangan Net Zero Emission 2060 dan dihadiri oleh akademisi serta peneliti dari kedua institusi, di Gedung Acintya Prasada FSM UNDIP pada Minggu (28/7/2024).
PLTN yang dibahas dalam pertemuan ini mencakup teknologi fusi nuklir dan fisi nuklir. Fusi nuklir, yang melibatkan penggabungan inti atom ringan untuk menghasilkan energi, masih dalam tahap penelitian dan belum terealisasi secara komersial. Saat ini, penelitian fusi nuklir melalui tokamak plasma sedang berlangsung di International Thermonuclear Experimental Reactor (ITER).
UNDIP telah melakukan simulasi untuk tokamak plasma, menunjukkan kemajuan signifikan dalam teknologi plasma. Muhammad Nur, pendiri CPR-TEAM dan guru besar di Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Matematika UNDIP, menyatakan bahwa teknologi fisi nuklir lebih realistis untuk diterapkan dalam waktu dekat.
"Kita perlu melihat fisi nuklir dengan cara pandang baru," jelasnya.
Menurut Muhammad Nur, reaktor daya generasi ke-4 memiliki daya yang sangat kecil, 1-4 MWe, dan dikembangkan dalam bentuk modul, small modular reactors. Teknologi ini dianggap cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia.
"PLTN generasi baru ini bisa menjadi harapan bagi Indonesia," tambahnya.
Tri Mumpuni, Dewan Pengarah BRIN, menegaskan bahwa pertemuan ini masih sebatas diskusi dan belum ada rencana konkret untuk pembuatan reaktor nuklir sebagai sumber energi.
"Melalui kegiatan ini, masyarakat diharapkan bisa lebih aware terhadap perkembangan teknologi. Dibutuhkan teknologi bersih untuk bertahan dan menghadapi tantangan tahun 2060," ujarnya.
Tri Mumpuni juga menyoroti potensi Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dalam bidang teknologi nuklir. "Jumlah engineer kita sangat banyak, baik lulusan dalam negeri maupun luar negeri. Sangat disayangkan jika ilmu yang diperoleh tidak dimanfaatkan saat kembali ke Tanah Air," tambahnya.
Muhammad Nur dan Tri Mumpuni sepakat bahwa tantangan terbesar dalam pemanfaatan PLTN di Indonesia adalah persepsi masyarakat yang masih phobia terhadap nuklir. Keduanya menekankan pentingnya sosialisasi yang sistematis dan terus menerus untuk mengubah persepsi negatif ini.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto
Artikel Terkait