Kemandirian
Christine juga menyoroti pentingnya kolaborasi dengan desa dalam menjaga Lubuk Larangan. Awalnya, PT Agincourt Resources membantu dengan menyediakan stok ikan dan bekerja sama dengan desa untuk pemeliharaan daerah aliran sungai, termasuk penanaman pohon bersama.
"Kami juga membantu desa untuk mengeluarkan peraturan desa yang mengatur Lubuk Larangan agar tidak dilanggar. Namun, pemeliharaan sehari-hari tetap menjadi tanggung jawab desa," ungkap Christine.
Selain Lubuk Larangan, PT Agincourt Resources juga menjalankan program Eco Cycle, yakni palet dari pengiriman logistik yang tidak terpakai diubah menjadi serbuk kayu oleh kelompok pemuda setempat. Serbuk kayu ini kemudian digunakan oleh tim lingkungan PT Agincourt Resources untuk dijadikan kompos, yang kemudian dimanfaatkan sebagai tutupan lahan reklamasi.
Christine menjelaskan bahwa keberhasilan program ini ditandai dengan kemandirian desa dalam mengelola Lubuk Larangan. Sebagai contoh, beberapa desa telah mampu menjual karcis untuk masyarakat yang ingin memancing di Lubuk Larangan, dengan pendapatan mencapai puluhan juta rupiah.
"Uang ini digunakan untuk kegiatan sosial dan sebagian disisihkan untuk restocking ikan, sehingga program ini dapat berjalan secara mandiri di masa depan," tandas Christine.
Lubuk Larangan yang dikembangkan PT Agincourt Resources kini telah mencakup lima desa di sekitar Sungai Garoga dan Sungai Batu Horing. Pada Agustus 2024, PTAR memperluas area Lubuk Larangan dengan menebar 3.500 bibit ikan jurung dan 300 kilogram ikan mas di Desa Batu Hula.
"Kami ingin memastikan bahwa inisiatif ini tidak hanya melindungi ekosistem, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat," ujar General Manager Operations & Deputy Director Operations PT Agincourt Resources, Rahmat Lubis, dilansir dari laman resmi PT Agincourt Resources.
Editor : M Taufik Budi Nurcahyanto
Artikel Terkait