JAKARTA, iNEWSJOGLOSEMAR.ID – Ketua Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), Satriyo Yudi Wahono, yang dikenal sebagai Piyu Padi Reborn, mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai pendapatan royaltinya. Meskipun telah menciptakan banyak lagu populer, Piyu mengaku hanya menerima royalti sebesar Rp300 ribu per tahun dari karya-karyanya.
Dalam sebuah kesempatan, Piyu menjelaskan bahwa jumlah royalti yang diterimanya dari performing right atau hak penampilan lagu di konser sangat minim. “Karena saya Ketua AKSI, agak sedikit lebih besar, Rp346 ribu,” ujarnya sambil berkelakar.
Royalti Minim dari Performing Right
Piyu menjelaskan bahwa royalti yang diterimanya terutama berasal dari performing right, yakni hak penampilan lagu di acara musik atau konser. Namun, jumlah yang diterimanya sangat kecil. Dalam satu tahun penuh, ia hanya mendapatkan sekitar Rp125 ribu dari pemutaran lagu di acara musik.
“Semua kru dibayar, mulai dari baju hingga rider. Tapi yang tidak ada bayarannya adalah pencipta lagu. Royalti saya dalam setahun itu hanya Rp125.782, yang dibayar dua kali dalam setahun,” ungkap Piyu.
Kesenjangan di Industri Musik
Menurut Piyu, kondisi ini mencerminkan adanya kesenjangan besar di industri musik Indonesia, khususnya antara pencipta lagu dan penyanyi profesional. Ia mencontohkan kasus Ari Bias yang memperjuangkan royalti dari lagu *Bilang Saja* yang dibawakan oleh Agnez Mo tanpa izin di beberapa konser.
“Pencipta lagunya tidak dapat apa-apa. Dalam beberapa tahun, Ari Bias tidak dapat apa-apa dari penampilan Agnez Mo yang membawakan lagunya untuk konser,” jelas Piyu.
Usulan Sistem Direct License
Sebagai Ketua AKSI, Piyu bersama rekan-rekannya berupaya memperjuangkan hak para pencipta lagu dengan mengusulkan penerapan sistem direct license. Sistem ini memungkinkan komposer mengelola dan menagih royalti mereka secara langsung tanpa perantara, sehingga pendapatan yang diterima bisa lebih adil dan transparan.
“Karena ada kesenjangan yang luar biasa antara para pencipta lagu seperti Mas Ari Bias ini, dan pencipta lagu lainnya seperti Denny Casmala, pencipta lagu Reza Artamevia. Masalah ini terjadi karena ada sesuatu yang tidak baik-baik saja di industri musik Indonesia, terutama di tata kelola royalti performing right,” tegas Piyu.
Dukungan dari Menteri Ekonomi Kreatif
Masalah ini mendapat perhatian dari Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya. Dalam Forum Group Discussion (FGD) tentang Tata Kelola Royalti Musik di Menteng, Jakarta, Menteri Riefky menegaskan bahwa perbaikan sistem royalti musik memerlukan kolaborasi antar kementerian.
“Karena ini bukan hanya menjadi tanggung jawab satu kementerian. Kita butuh kolaborasi antara Kementerian Ekonomi Kreatif, Kementerian Hukum, Kementerian Kebudayaan, dan mungkin kementerian lainnya,” ujar Menteri Riefky.
Klarifikasi dari LMKN
Menanggapi pernyataan Piyu, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memberikan klarifikasi. Mereka menjelaskan bahwa royalti sebesar Rp125 ribu yang diterima Piyu bukanlah total pendapatan tahunan, melainkan berasal dari satu acara musik, yakni Pestapora, di mana lagu-lagu ciptaannya diputar.
LMKN juga menegaskan bahwa mereka terus berupaya memperbaiki sistem distribusi royalti agar lebih transparan dan adil bagi para pencipta lagu di Indonesia. Mereka mengakui adanya kekurangan dalam pengelolaan royalti dan berkomitmen untuk meningkatkan kinerja dalam menagih dan membagikan royalti kepada para pencipta lagu.
Harapan untuk Perbaikan Sistem Royalti
Piyu berharap dengan adanya dukungan dari pemerintah dan penerapan sistem direct license, hak para pencipta lagu dapat terlindungi dengan lebih baik. Ia juga mengajak seluruh komposer dan pencipta lagu untuk bersatu dalam memperjuangkan hak royalti yang adil dan transparan.
“Jika sistemnya bisa lebih transparan dan adil, tentunya royalti yang diterima pencipta lagu bisa lebih layak. Ini bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua pencipta lagu di Indonesia,” tutup Piyu.
Prospek dan Tantangan di Masa Depan
Perjuangan Piyu dan AKSI dalam memperbaiki tata kelola royalti di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam mengubah sistem yang sudah berjalan selama bertahun-tahun. Namun, dengan adanya dukungan dari pemerintah dan kesadaran yang semakin tinggi di kalangan pencipta lagu, diharapkan keadilan dalam distribusi royalti bisa segera terwujud.
Piyu tetap optimistis bahwa perubahan ini dapat terjadi dan memberikan dampak positif bagi para komposer dan pencipta lagu di Indonesia.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait