Akses Masih Terbatas
Namun, dalam menjalankan usahanya, Pak Jack kerap menghadapi kendala yang umum dialami oleh penyandang disabilitas. Salah satunya adalah aksesibilitas di berbagai tempat umum, baik milik pemerintah maupun swasta.
“Sering kali gedung instansi berada di lantai dua tanpa dilengkapi lift, atau tangga yang tidak memiliki pegangan. Ini menyulitkan kami para difabel,” ungkapnya.
Selain itu, area parkir yang tersedia di berbagai instansi masih sangat terbatas bagi penyandang disabilitas. “Lokasi parkir yang jauh dari pintu masuk atau stan pameran menjadi kendala besar bagi kami. Untuk berjalan menggunakan kruk saja sudah sulit, apalagi jika harus membawa barang dagangan,” tambahnya.
Pak Jack juga pernah mengalami kesulitan saat mengikuti kegiatan di Car Free Day (CFD). “Kami bersama Komunitas Difabel Semarang (Kondang) ingin menjual produk kerajinan di CFD, tapi sering kali lokasi terlalu padat. Dengan motor roda tiga, sulit menembus kerumunan, bahkan kami beberapa kali berdebat dengan petugas di lapangan,” ujarnya.
Di tengah berbagai tantangan, Pak Jack mengapresiasi peran Rumah BUMN yang menurutnya sangat ramah terhadap difabel. “Mereka sering membantu mencarikan order pembuatan suvenir. Selain itu, saat pameran, mereka juga membantu membawa barang-barang kami ke stan. Ini sangat berarti bagi kami,” ungkapnya.
Menurutnya, dukungan seperti ini sangat membantu para difabel agar lebih mandiri dan bisa terus berkembang dalam usaha. “Mestinya, di setiap acara atau pameran, stan untuk penyandang disabilitas diletakkan di bagian depan agar mudah dijangkau,” sarannya.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait