Selain kecepatan, sistem ini juga berkontribusi pada pengurangan sampah. Selama lima bulan, penggunaan Face Recognition telah menghemat 8.765 roll kertas, setara lebih dari 1 juta lembar tiket fisik yang biasa dicetak.
"Inovasi ini bukan hanya soal kecepatan atau kenyamanan, tetapi bagian dari gerakan sadar lingkungan. Satu wajah yang dipindai berarti satu tiket yang tidak perlu dicetak," tambah Franoto.
Untuk menggunakan layanan ini, penumpang cukup melakukan registrasi satu kali melalui aplikasi Access by KAI atau melalui petugas di stasiun. Prosesnya mudah: buka menu “Akun” → “Registrasi Face Recognition” → ikuti petunjuk yang tersedia. Namun, karena data dihapus otomatis setelah satu tahun, pelanggan harus melakukan registrasi ulang setiap tahun agar tetap dapat menggunakan fasilitas ini.
Dalam hal perlindungan data, KAI menggunakan standar ISO 27001 dalam pengelolaan keamanan informasi. Nama, NIK, dan foto wajah pelanggan disimpan secara terenkripsi, digunakan hanya untuk proses boarding, dan akan dihapus otomatis setelah satu tahun, atau lebih cepat jika pelanggan mengajukan permintaan melalui aplikasi atau langsung ke Customer Service.
“Kami mengajak seluruh pelanggan yang belum menggunakan layanan ini untuk segera mendaftar dan merasakan manfaat kemudahan serta kecepatan proses boarding dengan Face Recognition,” tutup Franoto.
Transformasi digital KAI juga sejalan dengan upaya mendukung Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pengurangan limbah dan efisiensi sumber daya. Dengan integrasi teknologi, edukasi, dan layanan yang berorientasi lingkungan, KAI terus memperkuat posisinya sebagai penyedia transportasi publik modern yang andalan, aman, dan berkelanjutan.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait