UMKM Tumbuh
Ibu-ibu PKK pun mendapat pelatihan khusus untuk mengolah hasil panen menjadi makanan bergizi. Mi ungu dari ubi ungu, mi hijau dari sawi dan mi oranye dari wortel menjadi produk andalan untuk pencegahan stunting di wilayah tersebut.
Di bidang ekonomi, program ini melahirkan 12 UMKM olahan pangan yang mulai menembus pasar digital. Produk-produk kreatif seperti keripik ubi, onde-onde dan getuk ubi ungu, hingga kue bollen ubi ungu yang mampu menghasilkan omzet mengesankan.
"Kami kolaborasi dengan pusat oleh-oleh Ubigo, yang banyak mengolah ubi ungu menjadi beragam makanan. Jadi warga bisa menjual hasil panen di sini, ada keberlanjutan penjualan hasil panen,” katanya.
Selain pangan, warga juga menciptakan produk daur ulang yang bernilai ekonomi. Mereka membuat tempat sampah dari galon bekas yang dibeli murah, lalu dicat dan dihias sebelum dijual. Semua proses dilakukan bersama oleh anggota kelompok.
“Alhamdulillah omzetnya mencapai Rp100 juta. Galon bekas beli Rp1.500, tapi setelah jadi tempat sampah yang dicat, bisa dijual sampai Rp30.000. Karena bikinnya susah, harus ramai-ramai, dan butuh cat yang mahal,” jelasnya.
Lebih menarik lagi, Sufiana juga menginisiasi program bank sampah sebagai bentuk inovasi lainnya. Program ini sekaligus mengajarkan pentingnya pengelolaan sampah rumah tangga. "Warga bisa menukarkan 10 botol plastik bekas dengan satu bibit tanaman berkualitas. Program daur ulang sampah jadi berkah," jelasnya.
Menurutnya, tantangan tidak pernah absen dalam perjalanan program pemberdayaan ini. Di awal peluncuran, banyak warga yang masih skeptis terhadap ide polisi yang mengurusi kebun. Sufiana menjawab keraguan itu dengan tindakan nyata. Ia turun langsung ke sawah dan pekarangan, mencangkul bersama warga.
"Apa hubungannya polisi dengan urusan tanam-menanam?" kataya mengulang tanya seorang warga saat sosialisasi pertama.
Perempuan yang menjadi polisi selepas lulus SMA itu menjawab keraguan warga dengan tindakan nyata. Ia tak lelah mendatangi rumah-rumah warga, termasuk terlibat langsung dalam penyiapan lahan untuk ditanami.
“Yang awalnya warga ragu, setelah beberapa bulan program ini bisa berjalan. Berawal hanya beberapa warga yang mau menanam, kini lebih dari 100 titik pekarangan di 20 dusun di Gayamdompo telah menjadi lahan pangan,” beber perempuan yang kini menyandang gelar Sarjana Hukum itu.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait