Menurut Awalil, banyak pihak awalnya mengira koperasi ini akan mendapat suntikan dana besar dari APBN, hingga Rp5 miliar per unit. Namun kenyataannya, pendanaan mengandalkan Dana Desa yang sangat terbatas.
“Alokasi Dana Desa itu pun hanya mencukupi untuk fase pembentukan dan operasional awal. Kalau koperasi ini gagal, maka kerugiannya ditanggung Dana Desa. Ini sangat berisiko,” ungkapnya.
Wacana bahwa pembiayaan akan didukung bank Himbara juga dinilai tidak realistis. Koperasi baru tidak akan mendapat pembiayaan tanpa jaminan kuat dan rekam jejak usaha yang kredibel.
“Kalau koperasi ini gagal dan Dana Desa dipakai jaminan, maka akan memukul desa. Ini bisa jadi bom waktu fiskal,” tambah Awalil.
Ia bahkan menyebut bahwa Koperasi Merah Putih tidak bisa disebut koperasi dalam arti sebenarnya, melainkan lembaga usaha milik negara yang diberi label koperasi. Ia menyarankan agar pemerintah memperbaiki koperasi-koperasi yang sudah ada daripada membentuk yang baru tanpa fondasi kuat.
“Saya bahkan mengatakan bahwa produk Merah Putih itu bukan koperasi, tapi lembaga seperti BUMDes yang diberi judul koperasi,” kata Awalil.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait