SEMARANG, iNewsJoglosemar.id – Polda Jawa Tengah membongkar praktik produksi pupuk yang tidak sesuai dengan label komposisi oleh sebuah perusahaan bernama CV Sayap ECP. Penyelidikan dilakukan secara bertahap sejak adanya laporan awal hingga penetapan satu orang tersangka berinisial TS yang merupakan direktur perusahaan tersebut.
Kasus ini bermula pada Selasa, 13 Mei 2025, saat Satgas Pangan Polda Jawa Tengah menerima informasi mengenai beredarnya pupuk bermerek ENVIRO di Desa Gilirejo Baru, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen. Pupuk tersebut diduga tidak memiliki kualitas sebagaimana tercantum dalam label kemasan.
Mendapatkan informasi tersebut, Satgas Pangan kemudian melakukan penyelidikan dan berhasil mengidentifikasi bahwa pupuk itu diproduksi oleh CV Sayap ECP yang berlokasi di Matesih, Kabupaten Karanganyar.
Penggerebekan di Lokasi Produksi dan Gudang
Penyidik kemudian melakukan pengecekan langsung ke pabrik CV Sayap ECP dan mendapati bahwa benar perusahaan tersebut memproduksi pupuk dengan merek ENVIRO dan SPARTAN. Hasil penyelidikan mengungkap bahwa pupuk-pupuk hasil produksi itu disimpan di sebuah gudang di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali.
Di gudang tersebut ditemukan sejumlah pupuk berbagai merek yang seluruhnya diproduksi oleh CV Sayap ECP. Beberapa di antaranya adalah ENVIRO NKCL, ENVIRO Phospat Super 36, SPARTAN NPK, SPARTAN NKCL, dan SPARTAN SP-36.
Pemeriksaan Laboratorium: Kandungan Tak Sesuai Label
Polda Jawa Tengah kemudian membawa 7 sampel pupuk dari CV Sayap ECP untuk diuji laboratorium. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Badan Standarisasi Instrumen Pertanian, Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian Jawa Tengah.
Tujuh produk pupuk yang diperiksa adalah:
1. ENVIRO
2. NKCL SPARTAN
3. SPARTAN Phospat Super 36
4. ENVIRO NKCL
5. NPK ENVIRO
6. NPK SPARTAN
7. ENVIROPhos 36
Hasil laboratorium menunjukkan bahwa kandungan unsur hara seperti Nitrogen, Fosfor, dan Kalium dalam pupuk-pupuk tersebut jauh di bawah komposisi yang tercantum dalam label. Sebagai contoh, pupuk ENVIRO yang di labelnya mencantumkan kandungan Nitrogen 17%, Fosfor 14%, dan Kalium 12%, ternyata hanya mengandung masing-masing nol koma sekian persen.
Selain uji laboratorium, penyidik juga meminta keterangan dari ahli pertanian dari Universitas Diponegoro (Undip). Setelah mendapatkan hasil yang mendukung dugaan pelanggaran, pihak kepolisian memutuskan untuk melakukan penghentian produksi sekaligus penyitaan barang bukti dari pabrik maupun gudang.
Total barang bukti yang disita mencapai 118,25 ton pupuk, dengan rincian sebagai berikut:
1. 1.115 sak pupuk merek ENVIRO NPK @ 50 kg
2. 380 sak pupuk merek ENVIRO NKCL @ 50 kg
3. 170 sak pupuk merek ENVIRO Phospat Super 36 @ 50 kg
4. 220 sak pupuk merek SPARTAN NPK @ 50 kg
5. 320 sak pupuk merek SPARTAN NKCL @ 50 kg
6. 160 sak pupuk merek SPARTAN SP-36 @ 50 kg
CV Sayap ECP Telah Beroperasi Lama dan Punya Legalitas
CV Sayap ECP diketahui telah berdiri sejak tahun 2009. Perusahaan ini bahkan memiliki legalitas lengkap seperti NIB, surat izin usaha, NPWP, dan sertifikat produk penggunaan tanda SNI. Namun temuan terbaru membuktikan bahwa pupuk yang mereka produksi tidak sesuai dengan mutu dan komposisi sebagaimana tertulis di label.
Menurut hasil penyidikan, kapasitas produksi pupuk non-subsidi dari CV Sayap ECP mencapai 260 hingga 390 ton per bulan. Pabrik ini diperkirakan telah beroperasi aktif selama 5 tahun terakhir.
Keuntungan Ratusan Juta Rupiah per Bulan dari Produk Palsu
Dengan volume produksi yang tinggi dan kandungan unsur pupuk jauh dari standar, tersangka TS selaku direktur perusahaan diduga meraup keuntungan ratusan juta rupiah setiap bulan. Hal ini didasarkan pada hasil penjualan pupuk-pupuk yang tidak sesuai spesifikasi yang tertera di label.
Berdasarkan temuan dan hasil pemeriksaan para saksi serta ahli, penyidik menetapkan TS sebagai tersangka tunggal dalam kasus ini. Ia dikenai Pasal 62 jo Pasal 8 Ayat (1) huruf e dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, atau keterangan dalam label. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Arif Budiman, S.I.K., M.H., menyatakan bahwa kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut keamanan produk pertanian yang sangat berdampak pada petani dan sektor pangan nasional.
“Ini menyangkut perlindungan terhadap konsumen, dan menjadi tugas kami untuk memastikan bahwa setiap produk yang beredar sesuai dengan ketentuan,” ujarnya dalam rilis resmi, Rabu (10/7/2025).
Penyidikan akan terus dikembangkan, termasuk kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam jaringan distribusi pupuk tersebut.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait