Data dan Fakta
Jejaring Desa Wisata (Jadesta) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan Desa Ngesrepbalong masuk 300 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024, dengan kunjungan yang cukup tinggi.
Wisata alam menjadi primadona dengan 7.064 pengunjung, disusul wisata budaya 5.772 pengunjung, dan wisata buatan 3.296 pengunjung. Angka tersebut menegaskan bahwa desa ini semakin populer sebagai destinasi ekowisata.
Gambaran lebih luas tentang geliat pariwisata Kendal dapat dilihat dari Data Sektoral BPS Kabupaten Kendal 2024. Tercatat ada 28 destinasi wisata yang aktif dikunjungi wisatawan. Dari jumlah itu, Pantai Indah Kemangi menjadi yang paling ramai dengan 365.729 pengunjung, disusul Pantai Ngebum sebanyak 313.545 orang. Destinasi unggulan lain yakni Pantai Cahaya (60.896), Curug Sewu (52.741), dan Promas Greenland (83.699).
Untuk wisata berbasis alam pegunungan, Curug Lawe Sicepit di Ngesrepbalong Limbangan menunjukkan tren positif. Sepanjang 2024, objek wisata ini mencatat 19.651 pengunjung, termasuk wisatawan mancanegara. Pada 2023, jumlah wisatawan Curug Lawe Sicepit sebanyak 16.293 pengunjung, sehingga terjadi pertumbuhan sebesar 20,61%.
Keberhasilan pengembangan wisata di Desa Ngesrepbalong, Kendal, tak bisa dilepaskan dari sinergi berbagai pihak. Salah satunya dukungan PLN Indonesia Power yang konsisten hadir melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL).
Saya berkesempatan berbincang dengan Flavianus Erwin Putranto, Senior Manager PLN Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Semarang. Ia menjelaskan bahwa perusahaan energi ini telah mendampingi masyarakat sekitar Curug Lawe Sicepit sejak lima tahun terakhir.
“Alhamdulillah, program Julang Emas (Jaga Gunung Ungaran, Lestarikan Lingkungan Bersama Masyarakat) yang kami jalankan sebelumnya mendapat apresiasi Proper Emas. Tahun ini kami melanjutkannya dengan program Kembang Desa (KEMBangkan pAriwisata NGesrepbalong Dukung Ekonomi dan peleStarian Alam),” ungkap Erwin.
Menurutnya, ekowisata di kawasan ini kini berkembang pesat, bukan hanya menjadi destinasi alam, tetapi juga pusat edukasi. “Kalau dulu wisatawan hanya menikmati alam, camping, atau minum kopi, sekarang mereka bisa belajar tentang panen kopi, pengolahan, hingga penyeduhan. Eduwisata ini kami integrasikan agar lebih banyak manfaat dirasakan masyarakat,” jelasnya.
Ia menambahkan, program TJSL PLN Indonesia Power berjalan dalam siklus lima tahunan dengan strategi keluar (exit strategy) berupa kemandirian masyarakat. “Kalau sudah mandiri, kami mapping lagi lokasi lain yang perlu dibina. Jadi tidak menutup kemungkinan ke depan kami kembangkan desa-desa lain yang butuh pemberdayaan,” ujarnya.
Lebih jauh, Erwin juga menyinggung keberadaan Kafe Pucu’e Kendal, yang lahir pada masa pandemi Covid-19. “Awalnya masyarakat sudah menanam kopi, kemudian kami support dengan pelatihan barista, infrastruktur, hingga pembangunan balai kopi Pucu’e Kendal. Sekarang tempatnya nyaman, ramah lingkungan, dan jadi pintu masuk menuju Curug Lawe Sicepit. Hanya butuh 15 menit dari sini, wisatawan sudah bisa sampai di curug,” terangnya.
Ia menekankan, keberlanjutan program menjadi alasan PLN tetap bergerak di wilayah ini. “Program Julang Emas sudah menuju kemandirian, tapi dengan Kembang Desa kami melihat ada kerawanan baru, misalnya masyarakat yang terkena PHK lalu kembali ke desa. Mereka kemudian kami berdayakan lagi,” tuturnya.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait