Melibatkan Masyarakat
Perjalanan riset lalu berkembang lebih luas, mencakup mamalia, serangga, hingga herpetofauna (amfibi dan reptil). Tim bahkan berusaha melacak kembali keberadaan satwa yang sudah lama tak tercatat, seperti katak Philautus jacobsoni, yang sempat diyakini hilang dari kawasan ini.
Namun, data ilmiah tidak cukup bila hanya berhenti di kalangan akademisi. Menurut Prof. Margareta, masyarakat sekitar harus diajak ikut terlibat. “Kami melihat adanya pemburu satwa liar di sekitar kawasan hutan. Oleh karena itu, pada tahun 2019 kami memulai inisiatif menyosialisasikan hasil penelitian kepada masyarakat sekitar,” ungkapnya.
Dampaknya mulai terlihat. Hasil monitoring terbaru menunjukkan perkembangan positif. “Reptil dan amfibi di Gunung Ungaran mungkin ada sekitar 20 jenis. Untuk serangga, kami menemukan sejumlah jenis seperti kupu-kupu dan sapu yang cukup banyak di sana,” katanya.
Lebih jauh, tim bahkan mencatat temuan baru dalam dunia mamalia. “Kami baru menemukan satu jenis mamalia baru. Meski kecil seperti tikus, namun memiliki kemampuan terbang. Temuan seperti ini penting untuk menambah database keanekaragaman hayati di Gunung Ungaran,” tambah Prof. Margareta.
Selain fauna, kawasan ini juga kaya dengan keragaman flora. Menurutnya, Gunung Ungaran menyimpan sekitar 200 hingga 300 spesies tanaman, termasuk lebih dari seratus jenis anggrek. “Anggrek di Gunung Ungaran tercatat sekitar 113 spesies. Belum lagi tanaman lain, mulai dari rumput hingga pohon besar, jumlahnya hampir mencapai 200 hingga 300 spesies,” tuturnya.
Kesadaran masyarakat pun perlahan tumbuh. Warga yang dulunya berburu satwa kini beralih menjadi pelindung. “Kami tidak memaksa mereka untuk berhenti berburu, tetapi dengan memberikan pemahaman bahwa satwa-satwa ini memiliki manfaat bagi ekosistem, lama-kelamaan mereka mulai melindungi dan tidak lagi memburu satwa liar,” jelasnya.
Transformasi ini melahirkan bentuk citizen science, di mana warga ikut berperan dalam pemantauan satwa. “Sekarang mereka aktif berbagi informasi dan foto tentang spesies burung atau mamalia yang mereka temui,” ungkap Prof. Margareta.
Program konservasi juga membuka peluang ekonomi baru. Beberapa warga kini dilatih menjadi pemandu wisata alam atau fotografer satwa liar. Wisata edukasi ini memperkuat keterlibatan masyarakat sekaligus meningkatkan kesejahteraan.
Kolaborasi menjadi kunci. Penelitian dan konservasi di Gunung Ungaran melibatkan akademisi, masyarakat, pemerintah, hingga sektor industri. “Kami bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Dinas LHK, BKSDA, serta PLN Indonesia Power untuk mendukung kebijakan dan praktik yang ramah lingkungan. Kami juga berharap sektor industri bisa ikut berperan dalam upaya konservasi,” ujarnya.
Dari birdwatching burung Julang Emas, trekking, hingga belajar kopi, semua bisa dilakukan di sini. Namun, bagi saya, Curug Lawe Sicepit tetaplah bintang utama yang paling menawan. Saya masih teringat pertama kali menjejakkan kaki di tepian curug.
Angin membawa butir-butir air menempel di wajah. Seolah-olah alam sedang memberi pelukan dingin yang penuh kasih. Suasananya begitu tenang, meski suara air begitu keras. Sesekali saya duduk di batu besar, memandang jatuhnya air yang tak pernah berhenti.
Di hati, ada doa kecil, semoga Feeya suatu hari bisa ikut menyaksikan semua ini. Bayangan wajahnya yang penuh tawa semakin kuat. Mungkin, ia akan mengumpulkan batu-batu kecil, atau membuat bendungan ala anak-anak.
Alam Limbangan seakan memang diciptakan untuk mengajak anak-anak kembali mengenal kesederhanaan. Tidak ada permainan digital, tidak ada layar gawai. Yang ada hanyalah suara alam, air, burung, dan tawa kebersamaan.
Dalam perjalanan pulang, di tengah pegunungan yang susah sinyal, tiba-tiba sebuah pesan WhatsApp masuk. Ternyata dari Feeya. "Ayah, liburan sekolah besok aku pengen main ke Semarang, pengen wisata air!" tulis putri kecilku yang sejak bayi tinggal di Kuningan Jawa Barat bersama neneknya.
Saya tersenyum. Alam Limbangan memang memanggil. Semoga suatu hari nanti, Feeya bisa merasakan sendiri keindahan Curug Lawe Sicepit, dan belajar tentang pentingnya menjaga alam yang telah memberikan kehidupan bagi kita semua.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait