Indikator Kesejahteraan
Untuk menjawab kondisi inilah pemerintah pusat menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Instruksi tersebut menegaskan agar pemerintah daerah ikut memperluas perlindungan bagi pekerja rentan, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal.
Kota Semarang menjadi salah satu daerah yang merespons cepat arahan itu dan menjadikannya prioritas pembangunan sosial. Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, menegaskan komitmen terhadap perlindungan pekerja rentan.
Baginya, pekerja informal tidak boleh dibiarkan berjalan tanpa perlindungan dasar, terlebih ketika risiko kerja mereka jauh lebih tinggi daripada pekerja formal. Ia menyampaikan bahwa setiap organisasi perangkat daerah (OPD) wajib memastikan para ASN mengambil tanggung jawab untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi minimal satu pekerja rentan di lingkungan terdekat mereka.
“Salah satunya ya buruh rentan. Saya minta setiap ASN di masing-masing OPD mengambil tanggung jawab untuk membayar BPJS Ketenagakerjaan. Dan saya minta pemantauannya per-OPD. Saya minta sekretaris dinasnya melaporkan kepada saya siapa ASN yang belum mengambil tanggung jawab untuk pembayaran BPJS,” ujarnya.
Menurut Agustina, jika program perlindungan pekerja rentan tidak dijalankan, dampaknya bukan hanya jatuh pada kelompok pekerja tersebut, tetapi juga memengaruhi indikator kesejahteraan kota secara keseluruhan.
“Kalau ini (pekerja rentan) tidak terurus, akan meningkatkan angka kemiskinan. Kalau kemiskinan itu korelasinya sudah jelas, lah. Kalau kemiskinan itu berarti pengangguran, putus sekolah, dan seterusnya. Karena itu kita berupaya mati-matian, ya,” tegasnya.
Tujuan program ini untuk mempercepat peningkatan cakupan perlindungan Jaminan Sosial ketenagakerjaan melalui partisipasi ASN. Upaya ini sekaligus menjadi bagian dari pemenuhan amanah Permendagri Nomor 15 Tahun 2024 yang mewajibkan pemerintah daerah menaikkan cakupan perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan minimal 20 persen dari capaian tahun sebelumnya.
“Upaya ini untuk mewujudkan Semarang inklusi, berkeadilan sosial, dan sejahtera bagi masyarakat,” katanya.
Dalam pandangan Agustina, ASN tidak boleh hadir hanya sebagai birokrat yang mengurus administrasi. Mereka memiliki ruang besar untuk memberi dampak langsung kepada masyarakat.
“Artinya ASN itu tidak hanya bekerja, tidak hanya berkarya untuk diri dan keluarga. Tetapi bisa benar-benar terlibat berpartisipasi, yang usaha dari yang dilakukan oleh ASN itu bermanfaat atau dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ucapnya.
Dari sinilah gagasan Gerakan ASN Peduli Pekerja Rentan lahir, dan kemudian diformalkan melalui Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 26 Tahun 2025 tentang Pelindungan Sosial Pekerja Rentan. Intinya sederhana, setiap ASN menjadi orang tua asuh bagi minimal satu pekerja rentan.
“Mengajak seluruh ASN untuk berpartisipasi aktif, mendaftarkan dan membayarkan iuran program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan minimal satu orang pekerja rentan,” tegas Agustina.
Dengan jumlah ASN Pemerintah Kota Semarang sekitar 16.000 orang, potensi perlindungan yang dapat diberikan menjadi sangat besar. Jika seluruhnya berpartisipasi, maka 16.000 pekerja rentan dapat memperoleh perlindungan dasar. Program yang awalnya menyasar PNS, kini diperluas mencakup PPPK.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait
