Ganjel Rel, Roti Warisan Belanda yang Paling Ditunggu Menjelang Ramadan

Mengenang Suami
Meski suaminya, Marjuki, wafat, Aunil tetap tegar melanjutkan usahanya demi menjaga eksistensi ganjel rel yang sudah menjadi bagian dari identitas Semarang. Baginya, ganjel rel bukan sekadar kue, melainkan simbol perjuangan, ketekunan, dan kebanggaan atas tradisi leluhur yang harus diwariskan lintas generasi.
“Untuk mengenang suami, maka saya mengunakan brand Masjuki, yang itu berasal dari nama suami. Orang sini kan biasanya manggil Mas Juki kepada suami saya,” katanya kalem.
Perjalanan usaha ganjel rel miliknya tak bisa dilepaskan dari peran besar BRI. Ketika sang suami wafat pada 2015, Aunil sadar dirinya harus segera mencari modal agar bisa mempertahankan usaha warisan keluarganya yang nyaris berhenti.
Ia pun memberanikan diri mengajukan pinjaman modal ke BRI, yang akhirnya disetujui dan menjadi awal dari perjalanannya memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hingga kini, Aunil sudah tiga kali memanfaatkan fasilitas KUR BRI, bahkan ia sempat mengambil pinjaman dengan nominal lebih besar untuk memenuhi kebutuhan modal usahanya yang terus berkembang.
“Saya butuh modal banyak, saya ambil lebih gede, sebelum habis saya takeover,” ujarnya, mengenang masa-masa sulit usai kepergian suami dan musibah kebakaran yang menghanguskan tempat usahanya di Pasar Johar.
“Dapat pinjaman KUR BRI sudah 3 kali saya, awalnya saat suami meninggal pada 2015. Terus kebakaran (Pasar Johar). Sampai habis semua,” ucap dia.
Tak hanya soal modal, Aunil juga mendapatkan ilmu baru setelah bergabung dengan Rumah BUMN Semarang, wadah pembinaan UMKM yang dikelola BRI. Di Rumah BUMN inilah Aunil belajar banyak hal, mulai dari teknik public speaking, manajemen keuangan, hingga strategi pemasaran yang membantunya membawa ganjel rel masuk ke pasar digital.
Sang anak kini mulai terlibat aktif, khususnya dalam urusan pemasaran digital lewat media sosial, agar ganjel rel bisa menembus pasar anak muda yang lebih luas. “Harapannya anak saya ini bisa menjadi generasi keempat pelestari ganjel rel, meneruskan jejak keluarga sambil membawa inovasi baru yang relevan dengan perkembangan zaman,” tuturnya.
Kini, setiap kali ia melihat ribuan potong ganjel rel ludes dalam hitungan jam saat Dugderan, Aunil merasa lega karena perjuangannya selama belasan tahun membuahkan hasil. Ia bertekad terus berinovasi tanpa mengkhianati resep asli peninggalan Belanda, agar ganjel rel tetap lestari namun tak ketinggalan zaman.
Koordinator Rumah BUMN Semarang, Endang Sulistyawati, menegaskan bahwa pihaknya saat ini membina lebih dari 7.000 UMKM di berbagai daerah Jawa Tengah. Rumah BUMN berkomitmen menjalankan program yang tak sekadar pelatihan biasa, melainkan mencakup peningkatan kualitas produk, adaptasi digitalisasi layanan, hingga penguatan jejaring pasar lewat kegiatan business matching yang rutin digelar.
“Pelatihan-pelatihan yang diberikan meliputi berbagai aspek seperti pengelolaan keuangan, teknik pemasaran digital, dan public speaking, yang semuanya dirancang agar UMKM binaan mampu bertahan sekaligus berkembang di tengah persaingan yang kian ketat,” bebernya.
Editor : Enih Nurhaeni