Bahaya Radikalisme di Kalangan Pelajar, SMAN 12 Semarang Gelar Nobar Edukatif

Salah satu momen paling menggugah dalam diskusi adalah ketika Sugeng Riyadi berbagi pengalaman masa lalunya terlibat dalam jaringan Jamaah Islamiyah.
“Saya mulai terpapar radikalisme sejak masa Aliyah di Solo, lewat kelompok Darul Islam. Saya sempat ditawari apakah akan melanjutkan sekolah ke Timur Tengah atau ikut akademi militer di Afghanistan. Saya tolak dua-duanya karena ingin melanjutkan kuliah di Jawa Tengah, kalau enggak Semarang, Solo, atau Yogyakarta,” tuturnya.
Ia mengingatkan para siswa untuk tidak mudah percaya janji manis yang dibungkus dalih agama.
Sementara itu, Sih Wahyu Nurhastanti, Kepala Bidang PPUG Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, menekankan pentingnya peran keluarga dalam menjaga anak-anak dari paparan buruk, termasuk paham radikal.
“Komunikasi di rumah itu penting banget. Kalau anak enggak punya tempat curhat yang nyaman, mereka bisa nyari pelarian di luar. Itu berbahaya,” kata Sih.
Ia menyebut media sosial sebagai salah satu tempat paling rawan bagi remaja terpapar paham ekstrem.
“Anak-anak jadi gampang curhat di medsos, yang ini jadi berbahaya karena mudah terpengaruh dan terpapar hal negatif, termasuk mudah radikalisme,” tambahnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat Kota Semarang bisa memanfaatkan layanan Puspaga, yang menyediakan konsultasi gratis dengan lima psikolog profesional.
“Puspaga ini bisa jadi tempat aman buat anak-anak dan orang tua untuk ngobrol dan cari solusi,” imbuhnya.
Editor : Enih Nurhaeni