Rentan Kriminalisasi, Advokat Desak Perlindungan Hukum dalam RUU KUHAP

Dari kalangan akademisi, Dr. Safik Faozi, SH., MHum, Dekan Fakultas Hukum dan Bahasa Universitas Stikubank, menekankan pentingnya forum semacam ini. “Diskusi publik ini sangat penting dan strategis kaitannya dengan menempatkan advokat terutama pendamping perempuan secara yuridis formal kurang terwadahi dalam berbagai undang-undang. Oleh karena itu, revisi RUU KUHAP perlu mengakomodasi peran advokat dan pendamping perempuan untuk menguatkan akses keadilan bagi masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Polda Jawa Tengah, Kompol Dr. Akhwan Nadzirin, S.H., M.H, menjelaskan perkembangan norma hukum dalam RUU KUHAP. Ia menyebut aturan baru memperluas peran sekaligus perlindungan advokat. Bahkan, kepolisian siap menghormati MoU antara organisasi advokat dan aparat penegak hukum, sebagaimana yang dilakukan INI (Ikatan Notaris Indonesia).
Dukungan serupa disampaikan perwakilan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Ashari Kurniawan, SH., MH.Li. Ia menekankan pentingnya kesepahaman formal antara kejaksaan dan organisasi advokat. Menurutnya, RUU KUHAP harus segera dirampungkan agar selaras dengan KUHP baru yang berlaku mulai Januari 2026.
Dari lembaga peradilan, Ketua PN Semarang, Dr. H. Ahmad Syafiq, S.Ag., SH., MH, memaparkan inisiatif pengadilan dalam melindungi perempuan berhadapan dengan hukum. “PN Semarang sedang membentuk majelis khusus yang berisi hakim perempuan untuk menyidangkan PBH, demi memastikan keamanan dan kenyamanan mereka. Mahkamah Agung juga telah menerbitkan berbagai peraturan, seperti PERMA 3 tahun 2017 dan PERMA 1 tahun 2024,” jelasnya.
Diskusi dipandu oleh Karman Sastro, SH., MH dan dibuka oleh Eti Oktaviani, SH dari KAPI serta Dr. Safik Faozi. Forum lintas aktor ini akhirnya menyepakati pentingnya ruang diskursus yang inklusif untuk memperkuat perlindungan advokat, pendamping, dan perempuan berhadapan hukum. Kesepakatan ini menjadi catatan penting dalam upaya memperkuat hukum progresif di Indonesia.
Editor : Enih Nurhaeni