Budaya Diam Membeku, Kekerasan terhadap Perempuan Jadi Gunung Es Sosial
SEMARANG, iNewsJoglosemar.id – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Semarang digambarkan sebagai fenomena gunung es: banyak yang terjadi, tetapi hanya sedikit yang berani dilaporkan. Kondisi ini mendorong Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan Anak dan KB (DP3AKB) membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) PPA khusus guna memperkuat layanan penanganan korban.
Plt Kabid PPA, Rizki Fitriana Dewi, mengatakan UPTD tersebut ditargetkan mulai beroperasi Januari 2026 dan menempati gedung eks Kantor Kelurahan Panjang, Ambarawa. Langkah ini untuk memastikan setiap kasus yang muncul tidak tenggelam begitu saja, tetapi ditangani secara sistematis dan menyeluruh.
Menurut Rizki, pelayanan untuk perempuan dan anak selama ini sudah berjalan. Namun, amanat Presiden mengharuskan adanya UPTD khusus agar layanan menjadi lebih komprehensif, cepat, dan menjaga privasi korban.
“Korban harus merasa aman. Laporannya bisa online 24 jam, dan tersedia tiga bed bagi yang memerlukan penanganan inap,” ujarnya di sela apel Kampanye Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) 2025 di GSG Alun-Alun Bung Karno, Kalirejo, Ungaran Timur, Minggu (7/12/2025).
Sinergi lintas lembaga juga diperkuat. UPTD PPA akan bekerja sama dengan Dinas Sosial, RSUD Gondo Suwarno, RS Ken Saras, Polres Semarang, hingga PN Ungaran. Tujuannya, agar korban tidak harus menghadapi prosedur berlapis yang sering membuat mereka memilih diam.
Kegiatan apel dipimpin Bupati Semarang Ngesti Nugraha dan diikuti puluhan perempuan dari berbagai instansi, termasuk serikat pekerja. Dalam amanatnya, Ngesti menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan bukan persoalan domestik, melainkan pelanggaran HAM.
“Penghapusan kekerasan itu adalah tanggung jawab kita semua,” tegasnya.
Usai apel, Bupati bersama Kepala DP3AKB Dewanto Leksono Widagdo menandatangani papan komitmen pencegahan kekerasan terhadap anak. Sebuah simbol bahwa pemerintah tidak boleh berpaling dari persoalan yang sebagian besar tak tampak di permukaan.
Dewanto kembali mengingatkan bahwa jumlah kasus yang tercatat bukanlah gambaran sesungguhnya. Fakta ini menjadi alarm bahwa pembentukan UPTD bukan hanya kebijakan administratif, tetapi upaya menyelamatkan korban yang selama ini tersembunyi.
“Ada 65 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dan 43 kasus pada anak perempuan,” ujarnya.
Editor : Enih Nurhaeni