Wayang Kulit RW 11 Pudakpayung Sukses Besar, Wali Kota Semarang Turut Hadir

Sementara itu, Ketua RW 11 Pudakpayung, Sulistijono, SE.Ak.MSi, menyatakan bahwa tradisi apitan seperti ini merupakan warisan budaya turun-temurun. “Kegiatan atau tradisi melestarikan budaya yang ada di Pudakpayung ini memang sudah ada sejak dulu. Dimulai dari Dukuh Krajan, kemudian sampai di kita, yaitu di Dawung, termasuk di RW 11 ini,” terangnya.
Menurut Sulistijono, kegiatan apitan selalu diadakan di antara Idulfitri dan Iduladha. “Puncaknya dengan mengadakan kegiatan wayang kulit semalam suntuk. Tujuannya mengembangkan budaya yang sudah kita punya sejak dulu, yaitu melestarikan tradisi, menguri-uri budaya Jawa, wayang kulit,” ucapnya.
Ia menyebut, wayang kulit adalah potret kehidupan. “Jagat pewayangan adalah potret dari kita. Jadi apa-apa yang ada di cerita wayang itu merupakan potret dari kita: ada yang seperti Kurawa, Pandawa, dan semua ada di situ. Kita bisa mengambil hikmah dari cerita-cerita tersebut,” jelas Sulistijono.
Ia juga menambahkan bahwa kegiatan apitan didukung sepenuhnya oleh warga. “Bahkan dari luar RW juga ikut mendukung. Masyarakat sekaligus mengembangkan ekonomi. UMKM dan pedagang turut meramaikan di luar area pewayangan. Cukup banyak, untuk membina perekonomian masyarakat,” katanya.
RW 11 sendiri, kata Sulistijono, juga menyisipkan bentuk kreativitas baru. “Sebelum wayangan, kita gelar seni budaya untuk anak muda, seperti musik indie, tarian modern, dan sebagainya. Jadi kita mengikuti zaman yang ada, tapi tetap melestarikan budaya seperti wayang kulit dan jathilan yang telah kita gelar,” pungkasnya.
Pementasan ini menjadi penutup yang meriah dari seluruh rangkaian kegiatan Sedekah Bumi RW 11 Pudakpayung, yang dimulai dari pertunjukan jathilan siang hari, bazar UMKM, hingga puncaknya wayangan. Warga berharap tradisi ini bisa terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda.
Editor : Enih Nurhaeni