get app
inews
Aa Text
Read Next : Jateng Genjot Energi Terbarukan, Industri Didorong Gunakan PLTS Atap

Emas Hijau dari Limbah Oli Bekas, Terobosan Energi Bersih di Tambang Martabe

Rabu, 12 November 2025 | 07:27 WIB
header img
Emas Hijau dari Limbah Oli Bekas, Terobosan Energi Bersih di Tambang Martabe. Foto: Ist

Energi Hijau dan SDGs

Bayu menjelaskan, inovasi ini juga berkontribusi terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin 12.4.2(b) yang mengukur proporsi limbah B3 yang diolah berdasarkan jenis penanganan. Dalam laporan keberlanjutan PTAR, indikator tersebut tercapai penuh.

Secara nasional, Indonesia menargetkan 23% bauran energi terbarukan pada 2025 (ESDM, 2024). Inovasi seperti ini memperluas definisi energi hijau—tidak hanya soal sumber baru, tapi juga soal efisiensi penggunaan sumber lama.

“Program ini menghasilkan penghematan biaya Rp2,28 miliar pada 2024. Serta mendukung pencapaian SDGs ke-12 tentang konsumsi dan produksi berkelanjutan, khususnya terkait penanganan limbah B3,” jelasnya.

PTAR berkomitmen terus mengembangkan inovasi pemanfaatan limbah B3 untuk efisiensi energi di lingkungan operasional tambang Martabe. Di titik ini, tambang emas Martabe tidak lagi sekadar lokasi produksi logam mulia, tetapi juga laboratorium hidup untuk teknologi ramah lingkungan.

“Kami ingin Martabe dikenal bukan hanya karena emasnya, tapi juga karena ide-idenya,” imbuh Rudolf.

Sebagai bentuk pengakuan, inovasi ini mengantarkan PTAR meraih Penghargaan Gold pada ajang Eco-Tech Pioneer and Sustainability Award (EPSA) 2025, yang digelar oleh Departemen Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang.

EPSA 2025 mengusung tema “Swarna Lestari Nusantara”, mengapresiasi inovasi teknologi yang menjaga keseimbangan antara produktivitas industri dan kelestarian lingkungan. PTAR memborong tujuh penghargaan sekaligus, dua di antaranya kategori Gold untuk Hypobaric Fraction Separator dan Closed-Loop Energy Reclamation.

Wakil Rektor Riset, Inovasi, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Universitas Diponegoro, Wijayanto, S.IP., M.Si., Ph.D., menegaskan bahwa persoalan lingkungan kini menjadi tantangan yang tak bisa ditunda lagi. Menurutnya, EPSA merupakan salah satu bentuk komitmen nyata dari dunia akademik untuk mendorong sinergi lintas sektor antara riset dan praktik industri dalam menjaga stabilitas ekosistem.

“Masalah lingkungan saat ini merupakan masalah yang mendesak perlu dituntaskan. EPSA merupakan penghargaan dari Departemen Teknik Lingkungan Undip ditujukan kepada perusahaan yang telah menunjukkan dan menerapkan inovasi teknologi untuk menjaga stabilitas lingkungan,” ujarnya.

“Melalui riset dan inovasi, kami sebagai lembaga akademik mendorong pelestarian lingkungan. Kami juga mengajak badan usaha dan masyarakat untuk ikut serta. Karena itu, kami sangat menghargai partisipasi perusahaan dalam menuntaskan isu-isu lingkungan, untuk bersama-sama menuju ekosistem hijau yang berkelanjutan,” tambah Wijayanto.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah, Widi Hartanto, menyebut EPSA kini telah menjadi tolok ukur (benchmark) bagi perusahaan yang berkomitmen pada efisiensi dan inovasi ramah lingkungan. Ia menjelaskan, dalam kurun 2023–2024 terdapat 268 perusahaan peserta PROPER di Jawa Tengah, dengan 154 perusahaan meraih peringkat Biru — tanda kepatuhan terhadap peraturan lingkungan hidup.

“Selama tiga tahun terakhir EPSA telah menjadi benchmark bagi dunia usaha yang berkomitmen pada inovasi dan teknologi demi pelestarian lingkungan,” ungkap Widi.

Lebih jauh, Widi menambahkan, bagi perusahaan yang telah menerapkan prinsip efisiensi energi dan air, mengurangi pencemaran, serta mengelola limbah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle), pemerintah memberikan apresiasi tertinggi.

Ia menekankan, tantangan perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, dan pencemaran lingkungan semakin nyata dan membutuhkan kolaborasi lintas sektor. “Ada tantangan krisis iklim yang kita hadapi seperti banjir, kekeringan, pencemaran lingkungan. Maka itu, upaya-upaya dan komitmen pelaku usaha perlu ditingkatkan,” tutur Widi.

Bagi Prof. Dr. Denny Nugroho Sugianto, S.T., M.Si., pakar lingkungan dari Universitas Diponegoro, pengelolaan limbah di sektor pertambangan tidak bisa dilihat semata dari sisi teknologi. Ada aspek moral, sosial, dan ekologis yang harus berjalan berdampingan.

“Saat ini ketika kita melakukan eksplorasi terhadap sumber daya alam, ini menjadi satu hal yang cukup ironis juga ya, karena di satu sisi kita mengeksploitasi alam, di sisi lain lingkungan pasti terdampak. Hal yang paling penting adalah bagaimana kita menerapkan sistem sustainability,” ujarnya.

Konsep pembangunan berkelanjutan, kata Prof. Denny, mencakup tiga pilar utama: ekonomi, sosial, dan lingkungan.

“Tambang yang bagus itu pasti memperhatikan ketiga pilar ini. Tidak hanya aspek ekonomi, tapi bagaimana aspek sosial dan lingkungan juga dijaga,” jelasnya.

Ia mengapresiasi langkah perusahaan besar yang mulai berkomitmen menerapkan sistem Sustainable Development Goals (SDGs) secara nyata. Menurutnya, penerapan prinsip keberlanjutan di sektor tambang bisa menjadi kunci agar kegiatan eksplorasi tidak menimbulkan degradasi lingkungan jangka panjang.

“Kementerian Lingkungan Hidup saat ini sudah sangat powerful untuk menegakkan hukum lingkungan hidup. Karena itu, pelaku tambang yang besar umumnya mulai melakukan upaya-upaya pengendalian lingkungan dengan serius,” kata Denny.

Prof. Denny juga menyoroti persoalan limbah minyak yang umum ditemukan di kegiatan tambang, baik tambang emas, nikel, maupun batu bara.

“Beberapa pelaku usaha tambang sudah menerapkan recycle. Jadi minyak itu tidak dibuang, tapi diolah atau dimanfaatkan lagi menjadi kepentingan lain. Itu bagus sekali karena artinya kita mulai menuju sistem zero waste,” tuturnya.

Baginya, pemanfaatan ulang limbah seperti oli bekas sebagaimana dilakukan PTAR melalui WOPP, adalah penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di dunia industri ekstraktif.

“Pemanfaatan kembali limbah minyak akan menjadi semakin optimal ketika kita menganut prinsip reuse dan recycle. Ujungnya adalah zero waste. Tambang bisa tetap berjalan, tapi alam juga bisa berkelanjutan,” tegasnya.

Prof. Denny juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor — industri, akademisi, dan pemerintah — agar kebijakan lingkungan tidak berhenti di atas kertas.

“Saya kira ada baiknya ketika perusahaan tambang selalu memperhatikan aspek lingkungan sekecil apa pun. Karena itulah kehidupan kita. Jangan sampai kita merusak lingkungan hanya untuk kepentingan sesaat yang nantinya anak cucu kita yang terdampak,” tandasnya.

Inovasi PTAR itu mengajarkan bahwa keberlanjutan bukan hanya tentang menanam pohon, tetapi tentang berpikir ulang terhadap setiap tetes limbah. Bahwa di balik hitam pekat oli bekas, tersimpan potensi energi yang bisa menyalakan masa depan.

“Bagi kami, setiap tetes oli, setiap butir tanah, dan setiap kilowatt energi adalah tanggung jawab,” tutup Rudolf Sitorus.

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut