Teknologi untuk Desa
Berbeda dari kebanyakan aplikasi kesehatan berbasis Android, SiCandu dikembangkan berbasis website, agar mudah diakses bahkan dari ponsel sederhana. “Kita belum punya versi aplikasi di Android atau iOS,” kata Sulistyorini. “Tapi justru dengan web, warga bisa lebih mudah membuka lewat link dan melihat jadwal kegiatan Posyandu.”
Sistem ini sederhana tapi fungsional. Kader cukup memasukkan nama, NIK, berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala anak. Dalam hitungan detik, sistem akan menampilkan grafik pertumbuhan digital yang dibandingkan dengan standar WHO.
“Kalau anaknya di bawah garis merah, berarti dia suspek stunting. Jadi kader langsung tahu,” terangnya.
Sampai September, sudah ada 332 data balita telah dimasukkan ke sistem dari jumlah 508 anak yang masih tercatat secara manual. Mereka tersebar di enam pos aktif RW 1 sampai RW 6. Meski masih tahap awal, SiCandu sudah memberi dampak nyata.
Sebelum digitalisasi, data gizi harus dimasukkan satu per satu ke aplikasi gizi—angka tinggi atau berat anak bisa tertukar, yang menyulitkan pembuatan laporan, atau bahkan catatan hilang. Kini, semuanya terekam otomatis dan bisa diunduh dalam format Microsoft Excel untuk laporan bidan.
“Kita dulu susah kalau diminta data mendadak,” ujarnya. “Sekarang tinggal klik, semua data sudah muncul. Nama, NIK, berat badan, tinggi badan. Semuanya bisa ditarik langsung dari sistem.”
Berdasarkan data awal, jumlah anak yang terindikasi stunting di Desa Cabean menurun dari delapan menjadi enam anak.
“SiCandu bukan alat penurun stunting, tapi alat pelapor dan detektor dini. Yang bisa menurunkan stunting itu pola asuh, gizi, dan pendampingan bidan. Tapi lewat SiCandu, kita tahu lebih cepat siapa yang perlu didampingi.”
Sistem ini juga menampilkan warna indikator—merah untuk di bawah garis pertumbuhan, hijau untuk normal. Bagi kader yang belum terbiasa membaca grafik, tampilan ini sangat membantu.
“Kader dengan usia yang bervariasi,” ujarnya pelan. “Jadi sistemnya dibuat semudah mungkin. Tinggal input, hasilnya langsung keluar.”
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait