Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Demak dr. Ali Maimun, M.Kes menyebut, angka itu bukan sekadar statistik. Ia melihatnya sebagai cermin nyata tantangan yang masih dihadapi masyarakat di tingkat akar rumput — mulai dari kesadaran gizi, perilaku hidup sehat, hingga kualitas pendampingan ibu hamil dan balita.
“Deteksi dini risiko stunting di Demak kami lakukan dengan memanfaatkan data dari E-PPGBM dan SIGIZI. Sistem ini membantu kami memantau bayi lahir dengan tinggi badan tidak normal, atau yang kami kategorikan sebagai suspek stunting,” ujarnya.
Ali Maimun menjelaskan, seluruh Posyandu di Demak kini diarahkan untuk melakukan input data secara rutin ke dalam sistem pelaporan digital. Melalui E-PPGBM, ASIK, dan SIGIZI, data dari tingkat Posyandu hingga puskesmas dapat ditarik secara real time oleh dinas kesehatan.
Sistem ini menjadi tulang punggung dalam mendeteksi risiko stunting lebih cepat. Bayi yang lahir dengan panjang tubuh di bawah batas normal akan segera mendapatkan pendampingan, bukan hanya dari tenaga medis, tetapi juga dari Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat kabupaten.
“Kami mengawal setiap bayi dengan tinggi badan di bawah rata-rata sejak lahir. Ini penting agar tidak terlambat melakukan intervensi,” tegasnya.
Namun, Ali Maimun tak menutup mata bahwa digitalisasi pun menghadapi kendala tersendiri. Keterbatasan perangkat, jaringan internet di wilayah pelosok, dan kemampuan kader dalam menggunakan aplikasi masih menjadi catatan. Oleh sebab itu, pihaknya menyiapkan strategi pendampingan jangka panjang.
“Strategi kami dalam peningkatan SDM di lapangan dilakukan melalui pendampingan berkelanjutan bagi kader. Kami latih mereka untuk bisa mengoperasikan aplikasi ASIK dan SIGIZI dengan dukungan anggaran dari desa, puskesmas, dan dinas,” tuturnya.
Ia menekankan, penurunan stunting tidak bisa hanya mengandalkan intervensi kesehatan. Karena itulah, Pemerintah Kabupaten Demak membangun kolaborasi lintas sektor melalui TPPS yang dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Demak Ali Makhsun. Pendekatan yang digunakan bukan hanya medis, tetapi juga sosial dan edukatif.
“Untuk intervensi spesifik, Dinas Kesehatan yang memegang peran utama. Sedangkan intervensi sensitif dijalankan secara kolaboratif antar-OPD di bawah koordinasi TPPS Kabupaten,” terang Ali Maimun.
Keberhasilan program kesehatan di daerah sangat ditentukan oleh keterlibatan masyarakat dan perguruan tinggi. Salah satu contoh nyata adalah kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisanintek) melalui Universitas Semarang (USM) dan Unisvet yang melahirkan platform digital SiCandu di Desa Cabean, Kecamatan Demak.
Aplikasi berbasis web itu menjadi contoh bagaimana teknologi bisa menjembatani kesenjangan data di tingkat Posyandu. Kader desa kini dapat memasukkan tinggi, berat, dan usia balita secara langsung, yang kemudian dikonversi menjadi grafik pertumbuhan berbasis standar WHO.
Editor : Enih Nurhaeni
Artikel Terkait