Angin Laut dan Terik Matahari, Desa Energi Mandiri di Pesisir Demak

Taufik Budi
Angin Laut dan Terik Matahari, Desa Energi Mandiri di Pesisir Demak. Foto: Taufik Budi

Energi Alam

Kondisi geografis seperti itu membuat energi listrik mandiri menjadi kebutuhan mendesak. Panel surya dan turbin angin menjadi solusi cerdas sekaligus simbol kemandirian.

“Wilayah kami dekat pantai. Panasnya luar biasa. Beberapa hari ini suhu mencapai 34–36 derajat Celsius, meski kadang turun hujan. Anginnya juga sangat kencang. Jadi kami manfaatkan dua sumber energi ini—surya dan angin,” jelas Haryanto.

Program ini ternyata menarik perhatian perhatian Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Pada tahun 2024, tim dari Jakarta datang langsung ke Banjarsari untuk meninjau proyek tersebut.

“Waktu itu mereka bilang ini menarik, karena ini desa pertama yang memakai dana desa untuk energi terbarukan, bukan infrastruktur biasa seperti jalan atau saluran air,” katanya bangga.

Kementerian bahkan menilai proyek ini sebagai model percontohan nasional, yang kabarnya akan direplikasi ke beberapa kawasan transmigrasi di Indonesia.

Desa Banjarsari termasuk desa miskin, dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kecamatan Sayung tahun 2023 hanya 69,47, lebih rendah dari rata-rata IPM Kabupaten Demak yang mencapai 71,12.

Pendapatan warga sebagian besar bergantung pada tambak bandeng, udang, dan pertanian, serta usaha kecil seperti warung, perajin anyaman, dan industri rumahan. Karena itu, munculnya program energi baru terbarukan ini bukan hanya soal listrik, tapi juga soal harapan dan kebanggaan warga pesisir.

Menurut Haryanto, manfaat panel surya sudah mulai dirasakan oleh pelaku UMKM di desanya. Salah satunya adalah Muhammad Kanif, pemilik usaha Mi Lidi Miera, yang kini memproduksi mi kering dengan bantuan energi surya.

“Kami pakai panel surya untuk proses produksi. Jadi meskipun listrik PLN mati, oven masih bisa jalan,” kata Kanif.

Dalam industri rumahan itu, panel surya menjadi penyelamat saat cuaca tak menentu dan pasokan listrik terganggu.

“Apalagi waktu hujan atau mati lampu. Dengan panel surya, oven tetap nyala dan produksi jalan terus,” ujarnya.

Kanif memproduksi mi lidi dalam skala kecil-menengah dengan bahan baku tepung sekitar 100 kilogram per hari. Pemasarannya sudah menjangkau berbagai kota di Jawa Tengah seperti Semarang, Kudus, Jepara, hingga Solo.

“Keuntungannya bisa sampai Rp10 juta per bulan, tergantung pesanan. Kalau Ramadan, bisa menambah karyawan lagi sampai empat orang,” tuturnya.

Editor : Enih Nurhaeni

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network