Titik Terendah yang Mengubah Arah

YOGYAKARTA, iNewsJoglosemar.id - Pandemi datang tanpa aba-aba. Tahun 2021 menjadi masa paling berat dalam hidup Amirulloh Mohammad Ali, pria 37 tahun asal Ambon yang sudah dua dekade menetap di Yogyakarta. Semua yang telah ia bangun perlahan runtuh: bisnis properti, usaha konsultasi, hingga homestay yang ia kelola di belakang Pasar Telo, selatan Prawirataman, sepi total tanpa tamu.
Ia masih ingat jelas hari-hari itu. Telepon berhenti berdering, kamar-kamar yang biasa terisi turis asing kini gelap dan kosong. Semua biaya operasional tetap berjalan, tapi pendapatan nihil. Amir duduk termenung di teras, menghitung sisa tabungan dan perhiasan yang dimiliki.
“Saya benar-benar bingung waktu itu. Semua bisnis saya jatuh, tapi hidup harus terus jalan,” kenangnya pelan.
Akhirnya, Amir mengambil keputusan berat, menggadaikan emas perhiasannya. Total sekitar 20 sampai 30 gram emas ia bawa ke Pegadaian Tugu Kulon, Yogyakarta. Langkah yang sederhana, tapi menjadi pintu perubahan hidupnya.
Ia datang tanpa ekspektasi. Hanya ingin menutup biaya hidup dan bertahan di tengah krisis. Tapi tak disangka, keputusan itu justru membuka arah baru.
Saat sedang dilayani petugas Pegadaian, pimpinan cabang yang lewat memperhatikannya membawa banyak barang. Pimpinan itu mendekat dan spontan bertanya, “Mas, kenapa enggak sekalian jadi agen Pegadaian saja?”
Amir tertawa kecil saat mengenangnya. “Awalnya saya anggap bercanda. Saya pikir agen itu kayak reseller kecil-kecilan, dapat Rp2.500 per transaksi. Saya pengusaha, masak balik ke situ lagi,” ujarnya.
Namun Pegadaian tidak berhenti di situ. Beberapa hari kemudian, tim cabang datang ke homestay-nya membawa berkas kerja sama. “Mereka datang bawa map tebal, saya disuruh tanda tangan. Ya sudah, saya tanda tangan aja, tanpa banyak pikir,” katanya sambil tersenyum.
Saat itu, Amir tidak tahu bahwa tanda tangan itu adalah awal perjalanan barunya sebagai agen resmi Pegadaian.
Awal menjalani profesi baru itu tak mudah. Banyak orang di sekitarnya masih malu pergi ke Pegadaian, merasa itu hanya tempat bagi orang yang butuh uang mendesak. Amir melihat peluang di situ. Ia mulai membantu teman-temannya menitipkan barang untuk digadaikan melalui dirinya.
“Dari situ saya mulai dikenal. Mereka enggak mau ke Pegadaian langsung, tapi percaya lewat saya,” ujarnya.
Sedikit demi sedikit, kepercayaan tumbuh. Amir mulai membangun identitas diri sebagai “Amir Pegadaian”. Ia belajar memahami produk, proses, hingga sistem online Pegadaian. Semua dilakukan secara otodidak.
Editor : Enih Nurhaeni