Titik Terendah yang Mengubah Arah
Penaksir Emas
Latar belakangnya sebagai lulusan Fakultas Kedokteran (jurusan Keperawatan) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tidak berkaitan langsung dengan dunia keuangan. Namun ia punya semangat belajar yang kuat.
“Dulu saya asisten dosen. Jadi belajar hal baru itu udah kebiasaan,” katanya.
Di sela-sela kesibukan, Amir mulai rajin mendatangi kantor Pegadaian. Ia belajar cara menaksir emas, menggosok logam, hingga membaca sertifikat logam mulia. “Saya nongkrong di sana bukan buat apa-apa, tapi pengin ngerti,” ujarnya.
Kegigihannya membuat pegawai Pegadaian terkesan. Ia tak hanya aktif mengirimkan nasabah, tapi juga rajin menambah wawasan tentang produk. Dari situ, namanya mulai diperhitungkan.
Pada saat itu, omzet bulanannya baru sekitar Rp150 juta hingga Rp300 juta — jauh di bawah standar minimal Rp1 miliar untuk bisa ikut diklat penaksir emas. Namun Kepala Cabang dan tim area-nya melihat potensi besar pada Amir.
“Biasanya yang bisa ikut sekolah penaksir itu agen dengan omzet minimal satu miliar. Tapi mereka perjuangkan saya sampai pusat,” katanya bangga.

Amir akhirnya terpilih. Ia dikirim mengikuti diklat penaksir emas — sebuah kesempatan langka bahkan untuk sebagian besar pegawai Pegadaian sendiri. “Saya terharu. Karena enggak semua orang bisa punya kesempatan ini,” ucapnya lirih.
Sejak saat itu, semangatnya berubah total. Ia menanamkan satu prinsip: bekerja bukan sekadar mencari penghasilan, tapi membangun kepercayaan.
Ia mulai membangun personal branding. Di media sosial, di kartu nama, bahkan di WhatsApp, ia selalu memperkenalkan diri dengan nama “Amir Emas” atau “Amir Pegadaian”. “Saya pengin setiap orang yang dengar kata ‘gadai emas’ langsung ingat Amir,” ujarnya.
Langkahnya pun semakin mantap. Ia menerapkan strategi jemput bola — mendatangi langsung calon nasabah ke rumah, kafe, hingga tempat kerja. “Banyak yang malu ke Pegadaian. Jadi saya yang datang,” katanya.
Ia membawa timbangan kecil, magnet, kaca pembesar (loop), formulir gadai, dan printer portable di dalam tasnya. Semua lengkap. “Cuma air uji aja yang enggak bisa dibawa, soalnya bahaya kalau tumpah,” ujarnya sambil tertawa.
Editor : Enih Nurhaeni