get app
inews
Aa Text
Read Next : Badai Hantam Perairan Tanjung Emas Semarang, 3 Pemancing Tewas

Menguak Buzzer Politik: Siapa Mereka, Sebaran, dan Penggunanya

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 14:41 WIB
header img
Menguak Buzzer Politik: Siapa Mereka, Sebaran, dan Penggunanya. Foto: Taufik Budi

Siapa Pengguna Jasa Buzzer?

Penelitian yang dipaparkan dalam forum tersebut mengungkap bahwa ada empat faktor utama pengguna jasa buzzer: politisi, pebisnis, pemerintah, dan pihak-pihak yang menggabungkan keduanya.

“Siapa pelakunya mudah berganti, tergantung kasus dan isunya. Ada kalanya politisi, ada kalanya pebisnis. Bahkan dalam beberapa kasus, buzzer mengaku mendapat pendanaan dari kementerian. Apakah kementerian tahu buzzer yang turun ke lapangan? Itu sulit diverifikasi. Bisa jadi kampanye media sosial disalurkan ke pihak ketiga yang memakai buzzer. Jadi, indikasi itu ada,” jelas Wijayanto.

Buzzer ini, yang disebut juga pasukan siber, didefinisikan sebagai sekelompok aktor bayaran yang secara rahasia digaji untuk menggiring opini publik. Aktivitas mereka tidak hanya muncul saat pemilu, tetapi juga dalam mendukung kebijakan publik tertentu.

Contohnya, ketika Undang-Undang KPK direvisi, ada percakapan di media sosial yang mendukung langkah pemerintah. Menurut penelitian, sebagian dukungan itu lahir dari operasi siber yang dijalankan buzzer.

Dari Aktivis hingga Mahasiswa

Riset kolaborasi Undip dan University of Amsterdam menemukan bahwa pekerjaan sebagai buzzer telah menjadi industri tersendiri. Banyak pelakunya adalah anak muda berpendidikan tinggi, rata-rata sarjana, dengan usia sekitar 25 tahun.

“Informan kami paling banyak berada di Jakarta, tapi juga tersebar di banyak daerah. Ada yang awalnya aktivis, ada yang jurnalis, ada juga mahasiswa. Tapi sebagian besar lulusan perguruan tinggi. Mereka pintar, paham teknologi, fasih berbahasa, dan mengerti strategi politik,” ungkap Wijayanto.

Menurut Yatun Sastramidjaja, Direktur Magister Antropologi Budaya dan Sosial University of Amsterdam, banyak buzzer awalnya relawan partai atau simpatisan politik, namun kemudian bertransformasi menjadi tenaga profesional.

“Sekarang yang terpenting bagi mereka adalah bayaran. Mereka bekerja secara profesional, meskipun kadang masih ada ikatan ideologis atau simpati politik,” ujarnya.

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut