get app
inews
Aa Text
Read Next : Kasus Siswa Keracunan MBG Meningkat, BPOM Kerahkan Mobil Laboratorium Keliling

Mahasiswa Kesehatan Meretas Peliknya Rawa Pening, Padi Apung Jadi Harapan Baru

Kamis, 04 Desember 2025 | 10:59 WIB
header img
Mahasiswa Kesehatan Meretas Peliknya Rawa Pening, Padi Apung Jadi Harapan Baru. Foto: Taufik Budi

Teknologi Agrofloat

Setelah 10 menit mendayung, kami tiba di area demplot—lahan apung yang mereka sebut Agrofloat. Dari dekat, saya melihat rakit-rakit styrofoam tersusun rapi, diikat dengan bambu. Di atasnya tumbuh padi varietas Inpara 8, hijau muda, bergoyang pelan tertiup angin rawa.

Air di bawahnya jernih, memantulkan bayangan batang padi yang menembus ke air. Di sela-selanya, ikan nila berenang, sesekali muncul di permukaan. Sistem inilah yang mereka sebut “Mina Padi Apung”—menanam padi sekaligus memelihara ikan dalam satu ekosistem.

“Kalau di darat banjir, padinya rusak. Tapi kalau di air, justru bisa panen,” ujar Zulfa. “Kami ingin bantu petani di tepi rawa yang lahannya sering terendam.”

Zulfa menjelaskan, proyek ini dijalankan melalui hibah PPK Ormawa dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdikti Saintek). Mereka menamakan timnya “Bhumijala”—bumi dan air—sebuah filosofi tentang harmoni ekosistem.

Program ini dikembangkan setelah mahasiswa melihat fakta di masyarakat, sekira 60 hektare lahan pertanian di Desa Kebondowo setiap tahun tergenang saat musim hujan. Air yang naik dari Rawa Pening menenggelamkan sawah, membuat petani hanya bisa menanam sekali dalam setahun.

Dari hasil pengamatan, pertumbuhan padi apung ini menunjukkan hasil positif. Dalam usia 87 hari, rumpun-rumpunnya subur. Dari catatan mereka, masa panen padi varietas Inpara 8 sekira 124 hari, sehingga target panen uji coba dicanangkan pada 19 November.

Ikan nila di bawahnya pun tumbuh besar, dari bibit 15 ekor per kilogram menjadi hanya 5–6 ekor per kilogram. Dari sinilah konsep ketahanan pangan itu tumbuh. Bukan hanya menjaga ketersediaan beras, tapi juga menambah sumber protein bagi warga desa.

“Artinya ikan ini sudah besar,” kata Zulfa sambil tertawa. “Kalau dihitung, hasilnya bisa berlipat. Padi dapat, ikan juga dapat. Panennya nanti bareng padinya.”

Saya memperhatikan bagaimana mereka bekerja di atas air. Setiap pot di styrofoam berisi empat batang padi. Akar-akarnya menembus media kerikil dan menggantung menyentuh air, menyerap nutrisi dari bawah.

Di area demplot seluas 425 meter persegi itu, deretan bambu dipasang mengitari sisi luar sebagai penahan agar rakit tetap stabil dan eceng gondok tidak menerobos masuk. Di setiap sudut, umbul-umbul bertuliskan “Pupuk Indonesia” berkibar tertiup angin.

Lahan tersebut dibagi menjadi lima petak, memanfaatkan dua jenis styrofoam sebagai pelampung yakni lembaran dan boks bekas wadah buah. “Yang pakai boks padinya terlihat lebih hijau dan subur. Kami juga pasang jaring di atas,” ujar Zulfa sambil menunjuk ke arah tali-tali yang melintang.

“Untuk mencegah burung dan belalang. Kalau tikus sih jarang, karena mereka malas nyebur,” sambungnya seraya tertawa.

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut