get app
inews
Aa Text
Read Next : Kasus Siswa Keracunan MBG Meningkat, BPOM Kerahkan Mobil Laboratorium Keliling

Mahasiswa Kesehatan Meretas Peliknya Rawa Pening, Padi Apung Jadi Harapan Baru

Kamis, 04 Desember 2025 | 10:59 WIB
header img
Mahasiswa Kesehatan Meretas Peliknya Rawa Pening, Padi Apung Jadi Harapan Baru. Foto: Taufik Budi

Harapan Baru di Atas Air

Di karamba yang biasa digunakan untuk berteduh, tampak Bambang Sulistia, Ketua Kelompok Tani Desa Kebondowo. Ia mendampingi anak-anak muda dari Universitas Ngudi Waluyo.

“Program mereka bagus, semangatnya luar biasa. Mereka mau turun langsung ke rawa, belajar bareng warga.”

Bambang sudah terbiasa menjadi tempat belajar bagi mahasiswa. Ia menyebut dirinya bagian dari pusat pelatihan masyarakat, sebuah bentuk kesadaran kolektif untuk membuka diri terhadap pengetahuan baru. Maka ketika mereka datang membawa program Agrofloat—padi apung berbasis smart farming—ia langsung setuju menjadi mitra.

“Ini pilot project,” katanya mantap. “Artinya uji coba yang nanti bisa dipakai petani saat air Rawa Pening naik. Karena kalau musim hujan datang, sawah kami tergenang, tidak bisa ditanami. Mudah-mudahan padi apung ini bisa jadi jalan keluar.”

Bambang dan 30 anggotanya terlibat penuh dalam kegiatan ini—dari pembuatan media tanam hingga pemeliharaan ikan nila di bawah rakit padi. Konsep Mina Padi apung ini menurutnya menarik, karena memungkinkan dua hasil panen sekaligus. Program ini, lanjutnya, sangat relevan dengan kondisi geografis Kebondowo.

“Dulu Rawa Pening bentuknya seperti mangkuk, sekarang sudah seperti piring,” ujar Bambang menggambarkan pendangkalan dan sedimentasi yang terjadi.

“Airnya meluap ke sawah-sawah kami. Itu masalah utama. Tapi kalau teknologi padi apung ini berhasil, kami bisa tetap tanam walau air naik.”

Ia menegaskan, perubahan ekologis ini sudah sangat lama, bahkan saat dirinya belum lahir. Pendangkalan membuat rawa makin dangkal, sementara enceng gondok tumbuh cepat dan menutup permukaan air.

“Sedimen tinggi, eceng gondok tumbuh cepat, sawah jadi korban,” katanya. “Kalau dulu airnya jernih, sekarang meluber ke persawahan kadang permukiman.”

Meski demikian, Bambang optimistis. “Saya menilai pemerintah sudah berupaya baik, tapi petani juga harus bergerak. Kami tidak bisa menunggu. Harus bersinergi dengan perguruan tinggi, media, dan lembaga lain,” katanya. “Petani di sini bukan hanya butuh bantuan, tapi butuh kawan belajar.”

Sebagai ketua kelompok tani, ia mengoordinasikan sekitar 200 anggota dari tujuh kelompok, ditambah jaringan KWT. “Wilayah kami kompleks,” jelasnya. “Ada lahan di dataran tinggi, sedang, dan rendah. Yang dekat Rawa Pening paling rawan tergenang. Tapi semua tetap ingin menanam.”

Kepala Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Ahmad Yani menjelaskan bahwa wilayahnya menjadi salah satu kawasan yang paling terdampak naik-turunnya air Rawa Pening. Secara keseluruhan, kawasan pertanian di Desa Kebondowo mencapai sekitar 250 hektare.

Lahan tersebut digarap oleh banyak petani dengan rata-rata kepemilikan 2.500 meter persegi hingga 2 hektare per orang. Dampaknya terasa langsung terhadap penghasilan warga. “Kalau untuk Desa Kebondowo lebih dari 60 hektare,” ujarnya saat menggambarkan area sawah yang rutin tertutup air saat pasang.

Kondisi itu membuat petani tidak bisa berbuat banyak. “Para petani ya enggak bisa budidaya padi, ya akhirnya dibiarkan,” katanya. Menurutnya, situasi seperti ini bukan hal baru. “Sudah lama. Sudah lama dari dulu, dari nenek moyang,” jelasnya.

Karena itu, pemerintah desa menyambut baik inovasi Mina Padi apung yang dikembangkan mahasiswa. Menurutnya, terobosan ini memberi harapan baru bagi petani di wilayah pasang-surut.

“Sangat positif karena bisa membantu masyarakat kami, ketika air pasang di sawah itu. Semoga dengan inovasi yang baru ini hasilnya akan berdampak positif,” katanya.

Lebih jauh, dukungan tidak hanya datang dari pemerintah desa, tetapi juga dari petani dan pemerintah kabupaten. “Alhamdulillah mendukung semua dari kabupaten, dari petani sendiri di sekitar Rawa Pening,” ujarnya.

Ia memastikan pemerintah desa selalu memberikan ruang dan dukungan bagi mahasiswa dan petani yang ingin mengembangkan inovasi di wilayahnya. “Kita selalu support kepada adik-adik mahasiswa dan petani kami yang ada di sekitar Rawa Pening,” tegasnya.

Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana merinci, kedalaman danau: 0,35 – 10 m, rerata = 2,17 m; sedimentasi: 778,93 ton/th, dengan laju sedimentasi 1.77 mm/ ha/ tahun pada 2015. Sementara sebaran eceng gondok di Rawa Pening pada periode Mei–Agustus 2024 berkisar 632,6 hektare.

Jurnal Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY) April 2020 membeberkan karakteristik endapan air Rawa Pening tepatnya di Muara Inlet Sungai Galeh. Lapisan dasar di muara sungai inlet menunjukkan sedimen halus berupa pasir-lanau & lumpur kaya bahan organik, menunjukkan bahwa kawasan ini adalah facies danau dangkal ke dalam, dengan potensi sebagai media tanam/hortikultura atau mendukung struktur rakit terapung.

Editor : Enih Nurhaeni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut