Mahasiswa Kesehatan Meretas Peliknya Rawa Pening, Padi Apung Jadi Harapan Baru
Rentan Banjir
Desa Kebondowo terdiri dari 7 dusun dan 2 asrama (TNI dan Polri), dengan 13 Rukun Warga (RW) dan 50 Rukun Tetangga (RT). Secara geografis, Desa Kebondowo memiliki luas 691,602 hektare, dengan ketinggian berkisar antara 200 hingga 450 meter di atas permukaan laut.
Potensi di Desa Kebondowo meliputi pertanian yang subur dan lokasi strategis dekat Rawa Pening, cocok untuk pengembangan pertanian dan perikanan. Permasalahan muncul karena lahan pertanian sering terendam air akibat pasang surut Rawa Pening, sehingga petani hanya bisa panen maksimal setahun sekali dengan hasil tidak pasti.
“Agrofloat ini kami rancang untuk mendorong swasembada pangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat,” ujar Sri Wahyuni, S.KM., M.Kes, dosen pendamping yang akrab disapa Yuni, membuka percakapan di tepian Rawa Pening.
Angin lembut dari permukaan rawa membawa aroma eceng gondok yang menumpuk di tepian. Sementara di kejauhan, beberapa mahasiswa masih tampak sibuk di lahan demplot untuk memeriksa tanaman padi.
“Selama ini, masyarakat kalau lahannya tergenang air, tidak bisa menanam. Padahal potensi di sini besar sekali. Maka kami dari tim PPK Ormawa Bhumijala mencoba memberi solusi lewat konsep padi apung berbasis smart farming,” katanya, sambil menunjuk hamparan lahan percobaan yang terapung di atas air setenang kaca.

Rawa Pening bukan tempat mudah untuk bertani. Air yang naik setiap musim hujan membuat sawah terendam berbulan-bulan. Petani hanya bisa menanam sekali setahun, selebihnya menunggu air surut sambil pasrah pada cuaca.
“Dengan Agrofloat, petani bisa menanam tiga kali setahun,” lanjutnya. “Karena padinya kami tanam di atas media apung, bukan di tanah.”
“Sekarang padinya masih tumbuh bagus,” kata Yuni. “Setiap minggu kami masih melakukan penyemprotan dan pemupukan. Sebelumnya kami pakai urea, tapi itu hanya di awal, sekitar 40 hari pertama,” katanya.
Mereka juga bermitra dengan PT Pupuk Indonesia yang membantu pengujian unsur hara dan kesiapan media tanam. “Pupuk Indonesia juga memberi bantuan pupuk untuk tahap berikutnya,” tambahnya.
Tak hanya itu, Bhumijala juga menggandeng Kelompok Tani Desa Kebondowo, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Banyubiru, dan Dinas Pertanian Kabupaten Semarang. “Setiap pekan kami evaluasi, apakah ada hama atau tidak. Mereka aktif memantau bersama kami,” ujarnya.
Program ini berjalan selama lima bulan, sejak Juli lalu. Meski masa hibah dari Kemdikti Saintek hanya berlangsung hingga November, namun Yuni menegaskan akan ada keberlanjutan program.
“Setelah ini kami bekerja sama dengan pemerintah desa dan kelompok tani untuk melanjutkan. Mereka sudah berkomitmen,” katanya mantap.
Setiap tanggal 17, Yuni dan timnya rutin hadir di pertemuan kelompok tani. Mereka berbagi hasil, berdiskusi, dan merancang pengembangan ke dusun-dusun lain di sekitar Rawa Pening.
“Kami ingin inovasi ini tidak berhenti di Kebondowo saja,” ujarnya. “Masih banyak wilayah lain yang bisa kita bantu.”
Editor : Enih Nurhaeni